biopsikologi menerapkan prinsip-prinsip biologi pada studi tentang mekanisme perilaku manusia dari sudut fisiologis, genetis, dan perkembangan.
Secara khusus biopsikologi mengkaji bagaimana cara kerja otak dan neurotransmiter mempengaruhi perilaku, pikiran dan perasaan manusia. Neurotransmiter merupakan senyawa organik seperti asam amino, monoamina, dll., yang menghantar sinyal antar neuron, yang memungkinkan terkirimnya pesan-pesan kimiawi dari otak ke bagian-bagian tubuh, dan sebaliknya.Walau kajian atas perilaku manusia (ilmu psikologi) telah melalui sejarah yang panjang, namun biopsikologi sendiri sebagai salah satu cabang disiplin ilmu neurosains baru mulai berkembang pada abad ke-20. Jurnal ilmiah karya D. O. Hebb berjudul The Organization of Behavior yang terbit pada tahun 1949 dipandang sebagai tonggak dan asal-mula berkembangnya biopsikologi.
Kemudian. di dalamnya Hebb mengemukakan teori bahwa fenomena psikologis yang rumit seperti persepsi, emosi, pikiran dan ingatan mungkin bersumber dari aktivitas otak. Ia membantah anggapan yang sebelumnya berlaku umum bahwa fungsi-fungsi psikologis itu terlalu rumit untuk dikaitkan dengan faktor-faktor fisiologis dan kimiawi otak. Hebb mendasarkan teorinya pada hasil-hasil percobaan laboratorium atas manusia maupun hewan, berbagai studi kasus klinis, dan pengamatan pribadinya atas kehidupan sehari-hari.Kajian Biopsikologi
Boleh dibilang biopsikologi merupakan kombinasi antara psikologi dasar dan neurosains. Biopsikologi adalah disiplin ilmu yang integratif, yang menggabungkan hasil-hasil kajian berbagai cabang neurosains, seperti neuroanatomi, neuropatologi, neuroendokrinologi dll., dan menerapkannya pada studi tentang perilaku manusia.
Sebagaimana seseorang mewarisi sifat-sifat genetis dari orang tua, kakek nenek, bahkan dari leluhurnya yang terdahulu, yang nampak dari ciri-ciri fisiknya yang khas, begitu juga sifat dan tingkah lakunya yang khas juga dapat merupakan warisan genetis. Entah itu sifat pendiam, dominan, ekstrovert dsb., itu dapat merupakan sifat bawaan lahir, dan bukan berkembang dalam dirinya melalui pengalaman.
Dari segi obyek material, biologi sama dengan psikologi, karena sama-sama mempelajari manusia. Perbedaan terletak pada segi obyek formal. Pada biologi, obyek formalnya adalah tubuh jasmaniah manusia, sedangkan pada psikologi obyek formalnya adalah perilaku manusia itu.
Kemudian, dalam memahami biopsikologi, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai proses-proses biologis, anatomis, dan fisiologis. Pemahaman ini mencakup tiga komponen utama yaitu otak, susunan syaraf dan neurotransmiter.
Otak dan Susunan Syaraf
Susunan syaraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Bagian terluar otak, yang dikenal sebagai cerebral cortex, berperan dalam fungsi-fungsi kognitif, penginderaan, kemampuan motorik, dan emosi.
Sistem syaraf tepi
Bertempat di dalam tengkorak dan tulang belakang, Sistem syaraf ini terbagi atas 2 bagian:
1. Sistem Syaraf Somatik, yang berfungsi mengontrol dan menggerakkan otot-otot skeletal dengan cara mentransmisi sinyal-sinyal sensorik atau motorik dari otot-otot dan indera ke sistem syaraf pusat, dan sebaliknya.
2. Sistem Syaraf Otonom, yang berfungsi mengontrol proses-proses dalam tubuh yang berjalan otomatis, seperti detak jantung, pernafasan, dan tekanan darah, dengan cara mengirimkan al sinyal-sinyal sensorik atau motorik dari sistem syaraf pusat ke organ-organ dalam tubuh, dan sebaliknya.
2. Sistem Syaraf Otonom, yang berfungsi mengontrol proses-proses dalam tubuh yang berjalan otomatis, seperti detak jantung, pernafasan, dan tekanan darah, dengan cara mengirimkan al sinyal-sinyal sensorik atau motorik dari sistem syaraf pusat ke organ-organ dalam tubuh, dan sebaliknya.
Neurotransmiter
Ada bermacam-macam tipe neurotransmiter yang mempengaruhi tubuh dengan cara yang berbeda-beda. Misalnya, neurotransmiter dopamine yang mempengaruhi pergerakan tubuh dan proses belajar. Kelebihan kadar dopamine sering dikaitkan dengan gangguan psikologis seperti skizofrenia, sementara kekurangan dopamine dikaitkan dengan penyakit semacam Parkinson.
Obyek Manusia dan Non-Manusia
Sebagai obyek studi, manusia memiliki kelebihan yaitu ia dapat dengan menjalankan dengan setepat-tepatnya instruksi yang diberikan dalam rangka penelitian, dan ia juga dapat menceritakan pengalaman subyektif yang dialaminya. Namun terdapat juga kekurangan, yaitu dari segi etika, ada batas-batas etis tertentu yang tak dapat dilanggar dalam menjadikan manusia sebagai obyek penelitian.Di lain pihak, obyek studi non-manusia pun memiliki keuntungan. Pada umumnya, obyek non-manusia lebih sederhana dalam hal perilaku maupun struktur otak. Dengan demikian, dari hasil penelitian atas obyek tipe ini seringkali lebih mudah mengambil kesimpulan yang fundamental tentang hubungan antara otak dan perilaku.
Keuntungan kedua adalah pendekatan komparatif, di mana hasil penelitian atas berbagai spesies obyek non-manusia yang berbeda-beda dibandingkan satu sama lain. Misalnya, dari hasil penelitian atas species yang memiliki cerebral cortex dibandingkan dengan species yang tidak memilikinya, dapat diperoleh informasi yang berharga mengenai fungsi kortikal otak. Keuntungan ketiga adalah dari segi etika, di mana batasan-batasan etis penelitian terhadap obyek non-manusia lebih sedikit (walaupun tetap ada), sehingga cakupan penelitian dapat lebih diperluas.
Eksperimen dan Non-Eksperimen
Penelitian biopsikologi mencakup eksperimen dan non-eksperimen. Metode non-eksperimen sendiri terbagi dua, yaitu studi kuasi-eksperimental dan studi kasus. Mari kita kaji satu demi satu:
1. Eksperimen
Dalam meneliti obyek hidup, yang pertama kali dilakukan oleh peneliti adalah mendesain dua kondisi atau lebih di dalam mana obyek itu kemudian diteliti. Dalam tiap kondisi dapat dimasukkan kelompok obyek yang sama ataupun berbeda.
Selanjutnya obyek diberi perlakuan-perlakuan tertentu, dan hasilnya diukur, sedemikian rupa sehingga hanya ada satu perbedaan yang relevan di antara kondisi-kondisi yang diperbandingkan itu. Perbedaan itu disebut variabel bebas (independent variable).
Efek dari variabel bebas ini diteliti untuk mendapatkan variabel terikat (dependent variable). Jika penelitian itu dilakukan dengan benar, perbedaan antara variabel-variabel terikat itu di dalam kondisi-kondisi yang berbeda-beda pastilah disebabkan oleh variabel bebas tadi.
Kemudian, penting untuk memastikan tidak ada perbedaan apa pun antara kondisi-kondisi dimaksud, selain variabel bebas itu. Jika terdapat lebih dari satu perbedaan yang dapat mempengaruhi variabel terikat, maka sulit memastikan apakah itu adalah variabel bebas atau perbedaan yang tidak disengaja, yang disebut variable tercampur-aduk (confounded variable).Walau metode eksperimental ini pada dasarnya sederhana, akan menjadi sangat sulit untuk menghilangkan semua variabel tercampur-aduk ini.
2. Studi Kuasi-Eksperimental
Dalam situasi tertentu, terkadang tidak mungkin metode eksperimental ini dijalankan. Hal-hal yang membatasi, misalnya adalah batasan etis. Sebagai contoh, meneliti tingkat kerusakan otak akibat konsumsi alkohol selama bertahun-tahun. Sangatlah tidak etis menempatkan subyek penelitian dalam “kondisi” mengkonsumsi alkohol, apalagi sampai bertahun-tahun, demi mendapatkan hasil penelitian yang diinginkan. Sebagai gantinya dijalankan metode kuasi-eksperimental, di mana subyek yang diteliti memang sudah ada di dalam kondisi demikian di dalam kehidupan nyata.
Resiko metode ini adalah besarnya kemungkinan munculnya variabel tercampur-aduk yang tidak terkontrol. Dalam contoh di atas, walau sudah dibentuk 2 kelompok yang memisahkan antara pengkonsumsi alkohol dan yang tidak, tak dapat dipastikan bahwa tak terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi tingkat kerusakan otak di dalam 2 kelompok tersebut.
Pengalaman menunjukkan, pengkonsumsi alkohol cenderung lebih rendah tingkat pendidikannya, lebih berisiko mengalami cidera di kepala, lebih berisiko mengkonsumsi obat-obatan lainya, dan asupan gizinya cenderung lebih buruk. Semua faktor ini dapat turut berperan, sebagai variabel tercampur-aduk. Dengan demikian, metode ini dapat membuktikan tingkat kerusakan otak yang lebih tinggi pada pengkonsumsi alkohol, tapi tak dapat menunjukkan apa penyebabnya.
3. Studi Kasus
Metode ini digunakan untuk meneliti satu kasus saja secara mendalam. Keuntungan metode ini adalah hasil yang lebih mendalam yang dapat diperoleh darinya. Namun kekurangannya adalah: sulit menerapkan secara langsung hasil-hasil itu pada kasus-kasus lainnya. Fungsi otak dan perilaku manusia itu berbeda yang satu dari yang lainnya, sehingga perlu kehati-hatian menyikapi teori-teori dalam biopsikologi yang disimpulkan lewat beberapa studi kasus saja.
4. Riset Murni dan Terapan
Ditinjau dari sebutannya, riset murni pada dasarnya ditujukan untuk sekadar “memenuhi rasa ingin tahu” sang periset, atau untuk menambah pengetahuan, sedang riset murni lebih ditujukan untuk memberi manfaat praktis bagi kemanusiaan. Namun tidak selamanya semua riset dapat digolongkan dengan tajam ke dalam salah satu dari kedua tipe ini, karena ada banyak program penelitian yang menggunakan pendekatan dari kedua tipe riset tersebut.
Kajian 2 : Fisiologi
Fisiologi (atau disebut juga ilmu faal) merupakan suatu ilmu tentang sistem penunjang kehidupan. Fisiologi sebagai bidang ilmu yang cukup luas, terbagi lagi atas beberapa disiplin ilmu, yakni fisiologi hewan (termasuk di dalamnya manusia), fisiologi tumbuhan, fisiologi sel, fisiologi mikrobial, fisiologi bakterial, dan fisiologi viral. Khusus fisiologi manusia, fokusnya adalah pada sistem organ dan jaringan tubuh manusia, yang mencakup otak, jantung, sistem syaraf, sampai ke sistem sel.
Sel merupakan unit dasar kehidupan. Tubuh manusia dibentuk oleh sebanyak kurang lebih 100 bilyun sel, masing-masing dengan satu atau lebih fungsinya yang khusus. Namun, semua sel memiliki beberapa kesamaan, di antaranya: semua sel melepas energi melalui reaksi antara oksigen dengan karbohidrat, lemak dan protein; semua sel menjalankan mekanisme penyerapan nutrisi dan pelepasan energi yang sama; dan (hampir) semua sel memiliki kemampuan reproduksi.
Sekitar 60% tubuh manusia terdiri dari cairan, dan sekitar dua pertiga dari cairan itu tersimpan di dalam sel (intracellular), sedang sepertiganya berada di luarnya (extracellular).
Tokoh-tokoh Penting dalam Fisiologi
Sebagai disiplin ilmu, fisiologi manusia sudah ada setidaknya sejak tahun 420 sM, yakni pada zaman Hipocrates, yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran. Teorinya yang terkenal menguraikan tentang Empat Unsur yang membentuk tubuh manusia. Ketidakseimbangan antara Empat Unsur ini dalam tubuh seseorang akan menyebabkan orang itu menderita gangguan temperamental dan juga penyakit.
Teori Hipokrates ini begitu berpengaruh, dipercaya dan dijadikan pedoman oleh para praktisi medis bukan saja di dunia Yunani Kuno, tetapi juga Romawi Kuno, dan para cendekiawan di dunia Islam. Baru pada abad ke-19, dengan berkembangnya ilmu kedokteran modern, teori ini mulai ditinggalkan.Pada tahun 1838, tampillah Matthias Schleidendan Theodor Schwann dengan Teori Sel, yang menyatakan bahwa tubuh manusia tersusun atas unit-unit yang sangat kecil yang dinamakan sel. Pada tahun 1854, Claude Bernard tampil dengan konsep milieu interieur(lingkungan internal) yang kemudian dikembangkan oleh Walter B. Cannon pada tahun 1929 menjadi konsep homeostasis, yaitu kemampuan tubuh untuk mengatur dan memelihara kestabilan sistem dalam tubuh itu beserta proses-proses fisiologisnya.
Memasuki abad ke-20, para ahli biologi mulai mengembangkan studi mereka kepada fungsi-fungsi fisiologis pada organisme di luar manusia. Dari sinilah muncul cabang-cabang baru fisiologi, seperti fisiologi komparatif dan ekofisiologi, yang memunculkan nama-nama seperti Knut Schmidt-Nielsen dan George Bartholomew yang berperan penting dalam mengembangkannya. Dari cabang-cabang baru yang muncul kemudian, yang paling mutakhir adalah fisiologi evolusi
Proses Kehidupan Psikis (Intensionalitan) dalam Psikologi Faal
Ada tiga aspek proses kehidupan psikis dalam psikologi faal, yakni:
1. Kognitif
Aspek ini bersifat persepsi, pemikiran, kreativitas, pemecahan masalah, dsb. Misalnya, Anda melihat sesuatu dan menggambarkannya dengan jelas di pikiran (melihat ular, dsb), atau Anda melihat sesuatu tapi kemudian membayangkan sesuatu yang lain, yang tidak sesuai kenyataanya (seperti melihat sesuatu yang dikira hantu).
2. Emosional
Aspek ini bersifat afektif, perasaan, emosi, yang menyertai pengenalan. Anda melihat atau mengalami sesuatu, lalu timbul emosi-emosi tertentu. Misalnya, Anda melihat kecelakaan lalu-lintas, lalu timbul rasa ngeri. Atau Anda melihat suatu pemandangan indah, lalu timbul rasa kagum akan kebesaran Tuhan.
3. Konatif
Aspek ini mencakup kehendak, nafsu, kemauan, karsa, dsb. Hal-hal ini mendorong seseorang pada suatu ‘tujuan’, dan itu menjadi motivasi bagi dirinya untuk berbuat sesuatu. Pada seseorang yang sehat mentalnya, ketiga aspek ini akan berjalan secara harmonis dan seimbang. Ketidakseimbangan atau ketidakharmonisan antara pikiran, perasaan, dan kehendak, adalah gejala sakit mental. Misalnya, seseorang yang sudah memahami bahaya merokok bagi kesehatan, tapi masih saja merokok.
Sumber https://dosenpsikologi.com/psikologi-faal
0 komentar:
Posting Komentar