Sejarah Psikologi Faal
Sejak sejuta tahun lalu, manusia sudah memberi perhatian khusus kepada otak, dan mengetahui bahwa kerusakan pada otak dapat berujung kematian. Bahkan pada zaman Neolitik, sekitar tahun 7000 sM, telah diadakan pembedahan otak yang pertama.
Hippocrates (470-410 SM), melalui penelitiannya terhadap para gladiator yang menderita kerusakan otak, menemukan bahwa otak adalah sumber segala perasaan gembira, kesenangan, kesedihan dll. Begitu pula Plato (447-327 sM), berpendapat bahwa kedudukan pikiran adalah di otak. Akan tetapi muridnya, Aristoteles (384-322 sM), berpendapat bahwa pikiran terletak di dalam hati, sedang otak dianggapnya hanya seperti “radiator” untuk mendinginkan darah.Sejalan dengan Plato, Rene Descartes (1596-1650) berpendapat bahwa di dalam pikiranlah tersimpan gagasan-gagasan manusia. Descartes mengemukakan teorinya yang terkenal, yakni “Keterpisahan Tubuh dan Pikiran” (Mind-Body Distinction), yang menyatakan bahwa tubuh dan pikiran itu terpisah karena sifatnya yang sama sekali berbeda satu sama lain. Sebagai implikasinya, yang satu dapat saja ada (eksis) tanpa keberadaan yang lain. Ia juga menjelaskan bahwa gerak refleks disebabkan aliran “roh” ke dalam otot-otot dan menjadikannya berkontraksi.
Pengertian Psikologi Faal menurut Ahli
Francis Bacon (1561-1626), yang dikenal sebagai “Bapak Empirisisme”, berpendapat bahwa pada dasarnya “pengetahuan diperoleh dari pengalaman”, terutama pengalaman inderawi. Empirisisme menyatakan bahwa teori dan hipotesa harus diuji melalui pengamatan dan eksperimen. Dengan demikian, Bacon menolak rasionalisme yang semata-mata berpegang pada penalaran (reasoning ) sebagai jalan untuk mendapatkan pengetahuan. Metode induktif, yakni metode yang menggunakan bukti empirik yang spesifik untuk sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum, harus diutamakan sebagai metode sains.
Kemudian, Charles Bell (1774-1842) dan Francois Magendie (1783-1855) adalah dua tokoh yang untuk pertama kali menemukan keberadaan syaraf sensorik dan syaraf motorik pada tubuh manusia. Syaraf sensorik berfungsi mengirimkan informasi sensorik dari seluruh tubuh berupa impuls ke sistem syaraf pusat. Sebaliknya, syaraf motorik bertugas membawa impuls motorik dari sistem syaraf pusat ke otot-otot tubuh, sehingga menimbulkan reaksi atau gerakan tertentu dari anggota tubuh.
Wilhelm Wundt (1832-1920) berpendapat akan adanya ‘aliansi antara dua bidang ilmu’, yakni fisiologi dan psikologi. Dengan adanya aliansi ini, secara metodologis berarti alat atau teknik pengukuran dalam bidang fisiologi diterapkan kepada bidang psikologi. Wundt menamakan bidang ilmu temuannya ini ‘psikologi eksperimental’.
Ada pula Johannes Mueller (1801-1858) dengan “Hukum Energi Spesifik” (Law of Specific Energies), menyatakan bahwa jenis persepsi inderawi yang diterima bergantung kepada reseptor yang mengirimkan informasi sensorik itu. Kemudian persepsi inderawi tersebut tidak bergantung kepada sumber rangsangan tersebut. Oleh karena itu, perbedaan persepsi yang diterima oleh indera dengar, pandang atau sentuh tidak disebabkan oleh sumber rangsang itu sendiri, melainkan oleh perbedaan struktur syaraf yang dirangsang olehnya.
Lalu, Marshall Hall (1790-1857) dalam penelitiannya tentang gerak refleks, menyatakan bahwa setiap gerak refleks yang terjadi dipengaruhi hanya oleh syaraf tulang punggung (spinal cord) dan tidak oleh otak. Sehingga terjadi gerak yang tidak disadari.
Mengenai pendefinisian gerak refleks ini timbul kontroversi antara Pfluger dan Lotze. Menurut Pfluger, refleks bermanfaat bagi organisme, sehingga merupakan gerakan yang disadari. Sedang Lotze berpendapat, walaupun bermanfaat tapi refleks tidak berfungsi dalam situasi baru yang belum pernah dihadapi oleh organisme. Menurut Lotze, dalam setiap situasi yang baru bagi organisme tersebut, gerakan yang disadari adalah cara organisme menyesuaikan diri dengan situasi baru itu.
Sumber kontroversi ini adalah pendefinisian kesadaran. Menurut Hall dan Lotze, otak adalah satu-satunya sumber kesadaran, sedang menurut Pfluger, kesadaran diatur oleh seluruh sistem syaraf. Definisi oleh Hall dan Lotze lebih dapat diterima dalam kerangka perkembangan ilmu faal dan psikologi di waktu kemudian, karena dalam perkembangannya gerak refleks menjadi subyek pengkajian ilmu faal, sedang psikologi berfokus pada gerakan yang disadari.
Sumber https://dosenpsikologi.com/psikologi-faal
Sumber https://dosenpsikologi.com/psikologi-faal
0 komentar:
Posting Komentar